Alumni Nakasone

Sayonara Tomoka-san & Mihiro-san

Tiga hari bersama, tapi rasanya seperti keluarga seumur hidup. Dua anak Jepang, Tomoka & Mihiro, sempat tinggal di rumah kami, meninggalkan kisah indah penuh tawa, cerita, dan air mata perpisahan. Sebuah pengalaman yang bikin kita sadar: hati tak kenal batas negara
Kak Ati Ganda
Kappija, Alumni 1985

Tiga Hari di Jakarta yang Menjadi Kenangan Seumur Hidup

Ada kalanya sebuah rumah sederhana menjadi jembatan lintas budaya. Ada pula momen ketika tamu yang hanya singgah tiga hari, pulang dengan status baru: keluarga. Begitulah yang terjadi pada Kak Ati Ganda saat menyambut dua pelajar Jepang, Tomoka-san (15 tahun) dan Mihiro-san (18 tahun).

Mereka datang dengan senyum malu-malu, dan pergi dengan tangis yang berat ditahan.


Hari Pertama: Menyusuri Jejak Kota Tua

Jumat, 22 Agustus 2025. Jam di dinding menunjukkan pukul empat sore ketika mobil Kak Ati menjemput Tomoka dan Mihiro. Dua remaja itu terlihat antusias sekaligus canggung—sebuah ekspresi khas anak muda yang berada di negeri asing.

Tujuan pertama: Kota Tua Jakarta.

Suasana sore itu meriah. Pedagang asongan bersuara riuh, anak-anak muda menari dengan iringan musik jalanan, deretan sepeda ontel warna-warni disewakan untuk berfoto, sementara bangunan kolonial berdiri kokoh menjadi latar.

Tomoka menatap sekeliling dengan mata berbinar. “Sugoi…” bisiknya lirih. Mihiro tak kalah antusias, sibuk mengabadikan momen dengan ponselnya.

Malam itu, mereka makan di Café Batavia—sebuah ikon Kota Tua. Aroma masakan Indonesia bercampur nuansa klasik Eropa. Suasana hangat, tawa kecil, dan percakapan penuh rasa ingin tahu menutup hari pertama dengan manis.


Hari Kedua: Belajar Indonesia Lewat Budaya

Sabtu pagi, rumah Kak Ati berubah jadi ruang kelas kebudayaan. Sebelum sarapan dimsum dan kripik tempe, Tomoka dan Mihiro diajak melihat koleksi busana daerah dari 38 provinsi Indonesia yang Kak Ati kelola di Studio 26 Artlink.

“Ini dari Sumatera Barat… yang ini dari Papua… dan ini dari Maluku,” jelas Kak Ati sambil menunjukkan satu per satu.

Tomoka menutup mulutnya, kagum. Mihiro hanya bisa menggeleng, seolah tak percaya begitu banyak ragam budaya tersimpan dalam lemari itu.

Siang menjelang, mereka menuju Taman Mini Indonesia Indah. Di Anjungan Riau, Kak Ati membawa 20 set busana daerah. Suasana pun berubah riuh saat para pelajar Jepang itu bergantian mengenakan pakaian tradisional Indonesia.

Ada yang memakai kebaya Jawa, ada yang dengan ulos Batak, ada pula yang tampil gagah dengan baju adat Bugis. Kamera berdering tiada henti. Bahkan banyak yang melakukan video call dengan keluarga di Jepang. “Mama, lihat! Ini baju Indonesia!” seru Tomoka dengan wajah berbinar.

Kegembiraan belum selesai. Mereka mencoba Perahu Pacu Jalur, tradisi Riau yang sedang viral. Meski sempat berteriak kaget ketika perahu bergoyang, justru itulah yang membuat pengalaman makin seru.

Petualangan berlanjut ke Casablanca. Di sana, Tomoka dan Mihiro menjajal makanan Padang. Saat rendang pedas menyentuh lidah, Tomoka buru-buru minum. “Spicy! Tapi enak!” katanya sambil tertawa. Semua pun ikut tergelak.

Malam ditutup dengan kunjungan ke Lotte Mall. Mereka sempat menonton pertunjukan musik dari Korea dan Indonesia, lalu berbelanja oleh-oleh. Hari itu seakan tak ada habisnya—penuh warna, tawa, dan cerita.


Hari Ketiga: Menyapa Jakarta dengan MRT

Minggu pagi, 24 Agustus. Sejak jam tujuh, Tomoka dan Mihiro sudah siap. Tujuan hari itu: FX Senayan lalu Bundaran HI. Namun, kemacetan Jakarta membuat rencana berubah.

“Bagaimana kalau kita coba MRT saja?” usul Kak Ati.

Dan ternyata, itulah keputusan terbaik. Saat kereta melaju cepat dari Blok M ke Bundaran HI, wajah Tomoka dan Mihiro berbinar. “Kakak, ini seperti di Tokyo… tapi Jakarta punya gaya sendiri,” kata Mihiro sambil terkekeh.

Sesampainya di Bundaran HI, mereka bertemu rombongan lain. Tawa, pose, dan jepretan kamera mengisi pagi itu. Bundaran HI menjadi saksi keceriaan remaja Jepang yang untuk sesaat merasa menjadi bagian dari Jakarta.

Setelah puas, mereka kembali ke Blok M lalu pulang ke hotel. Siang ditutup dengan makan bersama di restoran hotel—santapan terakhir sebelum esok hari melanjutkan perjalanan ke Bandung dengan kereta cepat Whooz.


Perpisahan yang Menggetarkan Hati

Rabu, 27 Agustus, menjadi hari yang berat. Tomoka dan Mihiro kembali menemui Kak Ati sekeluarga untuk pamit. Mereka membawa omiyage, oleh-oleh khas Jepang, sebagai tanda kasih.

Namun, suasana yang ceria tiga hari sebelumnya berubah sendu. Mihiro tak kuasa menahan tangis. Air matanya jatuh tanpa henti, matanya memerah. “I don’t want to say goodbye…” ucapnya lirih.

Kak Ati berusaha menenangkan, meski hatinya pun bergetar. “Love you, Tomoka-san, Mihiro-san. Sayonara, mata aimashou. Sampai jumpa lagi,” katanya dengan suara yang nyaris pecah.

Keheningan sejenak mengisi ruangan, sebelum akhirnya pelukan hangat menghapus jarak antarbangsa.


Lebih dari Sekadar Homestay

Tiga hari itu mungkin hanya sekejap dalam kalender, namun menjelma kenangan seumur hidup. Bagi Tomoka dan Mihiro, Indonesia kini bukan sekadar negara jauh di peta, tetapi rumah kedua yang penuh senyum dan kehangatan. Bagi Kak Ati, pengalaman ini adalah bukti bahwa persahabatan tak mengenal batas bahasa, budaya, atau negara.

Dalam skala kecil, apa yang dialami di rumah Kak Ati adalah bentuk nyata dari diplomasi budaya. Bukan lewat pidato resmi, bukan pula melalui meja perundingan, melainkan melalui meja makan yang dipenuhi rendang, ruang tamu yang menampilkan baju adat, dan perjalanan MRT yang sederhana. Di situlah terjalin persaudaraan yang lebih tulus dibandingkan sekadar kerjasama antarnegara.

Kebersamaan singkat ini mengajarkan bahwa dunia bisa menjadi lebih damai bila kita berani membuka pintu rumah dan hati. Bahwa sebuah pelukan, tawa, atau bahkan air mata perpisahan bisa lebih kuat dari perjanjian politik.

Mungkin, suatu hari nanti, janji itu akan terwujud: mata aimashou—sampai kita bertemu lagi. Dan saat pertemuan itu tiba, bukan hanya kenangan yang dibawa, melainkan juga keyakinan bahwa persahabatan antarbangsa bisa dimulai dari ruang keluarga yang sederhana.

https://kappija21.org

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*

Alumni Nakasone