Kak Nurma: Tiga Hari Bersama Tomoi & Rio

Tahun ini, KAPPIJA-21 merayakan 40 tahun persahabatan Indonesia–Jepang dengan cara yang berbeda dan berkesan. Melalui program homestay, para pelajar Jepang tidak hanya mengunjungi Indonesia, tetapi langsung merasakan kehidupan sehari-hari bersama keluarga alumni. Ini bukan sekadar perjalanan, melainkan pengalaman langsung yang menjembatani dua budaya.
Saya, Nurmawati, alumni KAPPIJA-21 angkatan 1996, mendapat kehormatan menjadi keluarga angkat bagi dua pelajar Jepang, Tomoi dan Rio. Tiga hari bersama mereka terasa sangat singkat, tetapi penuh dengan cerita hangat yang membuat kami merasa seperti keluarga
Pertemuan Pertama: Senyum di Bandara
Saya bersama dua putra saya, Adrian dan Brian, menjemput Tomoi dan Rio di Bandara Soekarno-Hatta. Rasanya seperti menyambut anggota keluarga yang sudah lama tidak bertemu. Meski terlihat lelah setelah perjalanan panjang, senyum tulus mereka langsung mencairkan suasana. Saat itu juga, saya yakin petualangan kami akan menjadi kenangan indah.
“Kadang, persahabatan dimulai bukan dari banyak kata, tetapi dari satu senyuman yang tulus.”
Malam Pertama: Obrolan yang Menghangatkan
Setibanya di rumah, Tomoi dan Rio langsung akrab dengan Adrian dan Brian. Obrolan mereka mengalir begitu saja, dari musik, game, hingga kehidupan remaja di Jepang dan Indonesia. Meski terkadang menggunakan bahasa tubuh, tawa yang lepas membuat semua terasa mudah dimengerti. Saya tersenyum melihat betapa cepatnya mereka terhubung.
Petualangan Rasa Indonesia
Pada hari berikutnya, saya mengajak Tomoi dan Rio mencoba aneka makanan khas Indonesia. Mulai dari nasi padang hingga sambal pedas. Wajah mereka langsung memerah, tetapi mereka tertawa sambil berulang kali berkata, “Pedas sekali… tapi enak!” Momen itu membuktikan bahwa makanan adalah jembatan budaya yang paling ampuh.
“Makanan adalah bahasa universal; satu suapan cukup untuk memulai cerita persahabatan.”
Menyusuri TMII: Pakaian Adat yang Meriah
Kami juga mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Tomoi dan Rio sangat antusias melihat keanekaragaman budaya Indonesia. Momen paling seru adalah ketika mereka mencoba mengenakan pakaian adat. Senyum mereka tidak berhenti dan kamera pun tak henti mengabadikan. Melihat dua anak muda Jepang begitu terpesona dan bahagia merasakan budaya kita adalah pemandangan yang paling indah bagi saya.
Riuhnya Dapur: Masak Ala Jepang
Sore harinya, giliran mereka yang berbagi budaya. Tomoi dan Rio mengajak kami membuat kacang merah dengan ketan ala Jepang. Dapur kami mendadak ramai dengan tawa, mulai dari kesalahan mengaduk adonan hingga salah mengukur bahan. Di situlah kehangatan keluarga terasa begitu nyata. Setelah matang, kami menyantapnya bersama keluarga besar. Rasanya sederhana, tetapi kebahagiaannya luar biasa.
“Di meja makan, kita tidak hanya berbagi makanan, tetapi juga berbagi cerita dan hati.”
Sampai Jumpa, Bukan Selamat Tinggal
Tiga hari berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin saya menjemput mereka, kini sudah waktunya berpisah. Tomoi dan Rio berpamitan dengan senyum, tetapi ada rasa berat yang terpancar di mata mereka.
Saya percaya, persahabatan tidak diukur dari lamanya waktu, melainkan dari seberapa tulus hati yang terhubung. Terima kasih, Tomoi dan Rio. Semoga cerita singkat kita di Jakarta menjadi kenangan manis bagi kalian. Dan semoga suatu hari nanti, kita bisa bertemu lagi—bukan sebagai tamu, melainkan sebagai keluarga.