Alumni Nakasone

Harmoni Persahabatan: Cerita Homestay Pelajar Jepang Bersama Keluarga KAPPIJA-21

JAKARTA – Pengalaman paling berkesan bagi 18 pelajar Jepang dalam program Global Exchange and Training (GET) 21–27 Agustus 2025 bukanlah sekadar kunjungan wisata, melainkan merasakan langsung kehidupan di rumah keluarga Indonesia. Selama tiga hari dua malam, mereka menjadi bagian dari keluarga angkat, duduk di ruang makan yang sama, bercanda dengan anak-anak, bahkan mencoba makan nasi padang dengan tangan. Dari interaksi inilah, kehangatan persahabatan tumbuh secara alami.

Rumah Nurma: Senyum di Tengah Perbedaan Bahasa

Di rumah kak Nurma, alumni KAPPIJA-21 angkatan 1996, dua pelajar Jepang bernama Tomoi dan Rio langsung akrab dengan Adrian dan Brian, putra Nurma. Obrolan tentang musik dan game segera mencairkan suasana, membuat perbedaan bahasa tak lagi terasa sebagai penghalang.

“Rasanya seperti punya saudara baru,” ujar kak Nurma.

Momen paling berkesan datang saat Tomoi dan Rio mencoba sambal. Wajah mereka bersemu merah karena pedas, tapi tawa lepas mengiringi setiap suapan.

“Pedas sekali… tapi enak!” kata Tomoi sambil tertawa.

Petualangan berlanjut saat keluarga ini mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Tomoi dan Rio mencoba pakaian adat Nusantara, lalu sebagai balasan, mereka memasak kudapan Jepang dari kacang merah dan ketan untuk dinikmati bersama keluarga besar.

Rumah Sonya: Kehangatan di Dapur Bersama

Tiga hari dua malam mungkin terdengar singkat, tapi bagi Kariya Kento dan Endo Agata, dua pelajar Jepang, itu menjadi pengalaman yang membekas. Tinggal bersama Kak Sonya, alumni KAPPIJA-21, mereka tak hanya belajar tentang bahasa dan kebiasaan orang Indonesia, tapi juga menemukan kehangatan keluarga yang apa adanya—lengkap dengan sambal pedas yang bikin penasaran.

Keseruan paling terasa justru lahir di dapur. Kento dan Agata membawa bahan makanan dari Jepang, lalu mengajak keluarga angkat mereka memasak bersama. Aroma masakan Jepang berpadu dengan bumbu Nusantara, sementara tawa dan cerita mengalir tanpa batas.

“Mereka masak dengan percaya diri, lalu penasaran juga dengan sambal buatan saya,” ujar kak Sonya sambil tersenyum.

Bagi kak Sonya, momen sederhana itu bukan sekadar soal makanan. “Mereka bukan lagi tamu, tapi sudah seperti keluarga sendiri,” tambahnya.

Kento dan Agata pun pulang dengan cerita yang hangat: tentang sambal, tentang keakraban, dan tentang persahabatan yang lahir dari sebuah meja makan.

Rumah Anna: Gotong Royong sebagai Jembatan Budaya

Di rumah kak Anna Fauziyah, interaksi justru meluas hingga ke lingkungan sekitar. Para pelajar Jepang berbaur dengan tetangga, mencicipi kuliner lokal, dan terkesan dengan semangat gotong royong yang mereka temui.

“Saya ingin mereka melihat bahwa budaya Indonesia bukan hanya soal kuliner atau pakaian adat, tapi juga tentang kebersamaan,” ujar Anna.

Rumah Ati Ganda: Air Mata di Hari Perpisahan

Cerita paling menyentuh datang dari kak Ati Ganda, alumni KAPPIJA-21 angkatan 1985, yang menerima Tomoka (15) dan Mihiro (18). Sejak hari pertama, kak Ati mengajak mereka menikmati suasana Kota Tua, bersepeda ontel, dan makan malam di Cafe Batavia.

Keesokan harinya, Tomoka dan Mihiro dibuat kagum oleh koleksi 38 busana adat milik kak Ati. Mereka bahkan antusias mencoba pakaian itu di Anjungan Riau TMII dan melakukan video call dengan keluarga di Jepang untuk memperlihatkannya.

Petualangan terus berlanjut dengan naik perahu Pacu Jalur dan menyantap nasi padang di Casablanca sambil belajar makan dengan tangan. Namun, momen paling mengharukan terjadi saat perpisahan. Mihiro tak kuasa menahan air mata, matanya merah karena terus menangis.

Love you Tomoka-san dan Mihiro-san. Sayonara, mata aimashou – sampai jumpa lagi,” ujar kak Ati penuh haru.

Cinta dan Air Mata di Rumah Kak Een

Cerita lain datang dari kak Een, alumni KAPPIJA-21 angkatan 2001. Ia menerima dua remaja Jepang, Ayumi-san dan Chiaki-san, yang tinggal bersama keluarga kecilnya.

Hari-hari mereka penuh warna: menikmati sunset di Ancol sambil menyantap jagung bakar dan sate ayam, saling bertukar omiyage dengan penuh antusias, hingga makan malam perpisahan di dekat Bandara Soekarno-Hatta.

Saat lagu “Indonesia Tanah Air Beta” berkumandang, Ayumi-san menangis sambil berbisik, “Kaeritakunai” — “Aku tidak ingin pulang.” Chiaki-san yang biasanya tenang pun ikut larut dalam tangis. Malam itu, persahabatan lintas negara terasa begitu nyata.

“Tiga hari memang singkat, tapi cukup untuk membuat kami merasa punya anak sendiri dari Jepang,” ujar kak Een dengan suara bergetar.

Ikatan yang Lebih dari Sekadar Program

Ketua Umum KAPPIJA-21, Dr. Sjahriati Rochmah (Kak TJ), menegaskan bahwa homestay ini lebih dari sekadar kegiatan budaya. “Ketika DAY Japan meminta KAPPIJA-21 mencarikan orang tua angkat, banyak anggota langsung bersedia. Itu membuktikan semangat berbagi dan kekeluargaan dalam organisasi ini,” katanya.

Dari Jepang, Presiden DAY Japan, Seiji Komuro, juga mengapresiasi program ini. “Para siswa sangat terkesan dan mendapatkan pengalaman berharga. Mereka bisa berdialog langsung yang menyentuh hati,” ujarnya.

Merayakan 40 Tahun Persahabatan

Tahun 2025 menjadi momentum istimewa bagi KAPPIJA-21 yang genap berusia 40 tahun. Melalui program GET, homestay, dan inisiatif baru seperti International Youth Leadership Academy, organisasi ini meneguhkan diri sebagai jembatan persahabatan antar generasi.

Dari sambal pedas hingga pakaian adat, dari tawa hingga air mata perpisahan, setiap detail menjadi benang yang merajut ikatan Indonesia–Jepang. Persahabatan itu kini terasa semakin dekat, bukan sekadar antarbangsa, melainkan antarkeluarga.

https://kappija21.org

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*

Alumni Nakasone