Alumni Nakasone

Persahabatan Tanpa Batas: Kisah Kak Een Bersama Ayumi & Chiaki

 

“Tiga hari terasa singkat, tapi meninggalkan jejak yang begitu dalam. Dari tawa, makanan sederhana, hadiah kecil, hingga air mata perpisahan, semuanya mengajarkan bahwa persahabatan tak butuh bahasa atau paspor.”Kak Een

JAKARTA – Bagi Kak Een, alumni KAPPIJA-21 angkatan 2001 (group Teacher), tanggal 22–24 Agustus 2025 akan selalu menjadi kenangan istimewa. Selama tiga hari, rumah kecilnya di Jakarta dipenuhi tawa, cerita, dan rasa haru saat menjadi keluarga angkat bagi dua pelajar Jepang, Ayumi-san dan Chiaki-san.


Suasana Rumah yang Berubah Penuh Warna

Sejak keduanya tiba, rumah Kak Een terasa berbeda. Google Translate kerap menjadi jembatan komunikasi, namun tawa dan sapaan hangat membuat semua terasa cair. “Hari-hari jadi lebih riuh, penuh rasa penasaran karena perbedaan budaya,” ujar Kak Een.


Sunset, Jagung Bakar, dan Sate Ayam

Salah satu momen paling berkesan adalah ketika mereka menikmati sunset di pantai Ancol. Langit jingga sore itu menjadi saksi tawa Ayumi saat mencoba jagung bakar tradisional, dengan wajah belepotan yang justru tampak manis.

Kebersamaan berlanjut dengan mencicipi sate ayam. “Saya bahagia sekali melihat mereka makan dengan lahap, seolah menemukan harta karun rasa baru,” tutur Kak Een.


Omiyage: Hadiah Kecil, Makna Besar

Tak lengkap rasanya tanpa bertukar cendera mata. Ayumi dan Chiaki memberikan pernak-pernik khas Jepang, sekotak cokelat matcha, dan camilan bunga sakura.

Sebagai balasan, Kak Een memberikan gelang mutiara air tawar dari Lombok. Spontan Ayumi berseru, “Kirei desu!” dengan mata berbinar, sementara Chiaki tersenyum kalem penuh kagum.

“Hadiah itu bukan soal harga, tapi hati yang menyertainya,” ungkap Kak Een.


Air Mata di Malam Perpisahan

Momen paling mengharukan terjadi saat makan malam di sebuah restoran dekat Bandara Soekarno-Hatta. Diiringi lagu Indonesia Tanah Air Beta, suasana berubah haru. Ayumi memeluk Kak Een erat sambil menangis, “Kaeritakunai” (Aku tidak ingin pulang). Chiaki yang biasanya tenang pun ikut menangis deras ketika hendak menaiki bus.

“Tiga hari terasa singkat, tapi meninggalkan jejak dalam. Dari tawa, makanan sederhana, hadiah kecil, hingga air mata, semuanya mengajarkan bahwa persahabatan tak butuh bahasa atau paspor,” kata Kak Een.


Jembatan Persahabatan Indonesia–Jepang

Kisah Kak Een bersama Ayumi dan Chiaki hanyalah satu dari sekian cerita homestay dalam program Global Exchange and Training (GET) 2025. Lebih dari sekadar pertukaran budaya, pengalaman ini membuktikan bahwa persahabatan bisa tumbuh tulus, lintas negara, lintas generasi.

“Arigatou gozaimasu, my dear Ayumi-san & Chiaki-san. Mata aimashou – sampai jumpa lagi,” tutup Kak Een penuh haru.

https://kappija21.org

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*

Alumni Nakasone