Alumni Nakasone

Kopi Hangat dari Kaki Bromo: Ibu Tia, Sang Multi-Talent yang Menghubungkan Sunrise dan Abon Rajungan

Di balik gemerlap event akbar sekelas Regional Leadership Forum (RLF) Kappija21 2025 di Bromo, selalu ada kisah-kisah sederhana yang justru menjadi kunci kehangatan acara. Bagi kami di Tim Humas, cerita terbaik dimulai dari sebuah tugas sederhana: mencari kopi.

Saat itu, kami mendapat perintah dari Dewan Pengawas (Dewas), Kak Wening dan Bang Affan, untuk mencarikan kopi hangat di tengah venue megah Seruni Point. Dan di sanalah kami bertemu dengan bintang utama kami: Ibu Tia!

Dua Kehidupan Ibu Tia di Puncak Bromo

Awalnya, kami hanya mengenal bu Tia sebagai penjual kopi yang sigap melayani pesanan di tengah dinginnya udara Bromo. Tapi, ternyata Ibu Tia jauh lebih dari itu. Beliau adalah representasi berjalan dari UMKM dan Ekonomi Kreatif (EKRAF) Kabupaten Probolinggo!

Saat kami asyik berbincang, sambil menunggu kopi delegasi Kappija21 siap (dan Tim Humas juga sempat mewawancarai Hendhyfoto, pegiat foto lokal, yang kebetulan ada di sana), Bu Tia dengan santai menceritakan tentang dua peran utamanya:

  1. Pelayan Kopi Ketinggian: Memastikan ngopi di Seruni Point berjalan lancar, menghangatkan delegasi internasional RLF Kappija21 dari Jepang dan ASEAN.

  2. Ratu Olahan Ikan: Di sela-sela jualan kopi, dia juga produsen ulung yang mengolah hasil laut jadi produk premium!

“Usaha saya ini mengolah olahan ikan,” kata Ibu Tia. “Bisa dibikin dimsum, dibikin otak-otak, kekian sama abon. Abon dari Tongkol, Abon dari Rajungan…”

Mendengar ini, kami langsung terkesima. Bagaimana mungkin di puncak gunung berapi yang ikonik ini, Bu Tia membawa cita rasa laut yang kaya, seperti Abon Rajungan? Probolinggo memang paket komplit! Punya Bromo yang gagah, mangga yang manis, dan laut yang melimpah. Ibu Tia membuktikan, semua kekayaan itu bisa ia satukan dalam satu lapak usaha.

Event Akbar adalah Panggung UMKM

Kehadiran Ibu Tia di Seruni Point selama RLF Kappija21 (yang kebetulan bertepatan dengan Bromo Sunset Music & Culture) bukanlah kebetulan.

Event-event besar ini, yang dikenal mendorong 17 sub-sektor ekonomi kreatif lokal, adalah panggung bagi UMKM seperti beliau. Bromo bukan hanya mesin turisme; ia adalah mesin ekonomi yang memberdayakan.

Ibu Tia adalah jembatan yang menghubungkan keindahan alam Bromo dengan dapur rumah tangga Probolinggo. Beliau menunjukkan kepada delegasi internasional bahwa Bromo sudah siap menyambut tamu global, bukan hanya dengan panorama Tiga Gunung Sekaligus (yang paling indah di bulan Juni-Agustus, kata Hendhyfoto), tetapi juga dengan produk-produk lokal yang berkualitas.

Epilog Paling Manis: Tempe Happy dan Kontaknya Bu Tia

Setelah ngopi dan wawancara selesai, Tim Humas kembali mampir ke lapak Bu Tia. Kali ini tujuannya janji untuk menindaklanjuti publikasi, yaitu meminta nomor kontak Bu Tia dan Hendhyfoto.

Niat baik dibalas dengan kebaikan berkali lipat. Selain berhasil mendapatkan nomor WA, Ibu Tia dengan murah hati memberikan oleholeh sekotak tempe!

Dan inilah penutup yang sempurna: Kebetulan di saat bersamaan, Dewas Kappija21 sedang kongko-kongko santai persis di ujung lapaknya.

Tempe hangat khas Probolinggo itu pun langsung ludes dilahap bersama di tengah keakraban para leader dan tim pelaksana.

Momen sederhana itu menyimpulkan segalanya: Keramahan lokal Probolinggo—yang diwakili oleh Ibu Tia—langsung dinikmati, diapresiasi, dan menjadi pemanis pertemuan regional.

Ketika kita membeli dari Ibu Tia, kita bukan cuma membeli kopi atau lauk. Kita mendukung semangat luar biasa dari seorang ibu yang berjuang menjadikan Bromo lebih dari sekadar view—tapi juga pusat penggerak ekonomi yang mandiri dan menginspirasi! (humas Kappija21)

https://kappija21.org

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*

Alumni Nakasone