Jejak Manis Sawo: Kisah Homestay Bersama Kento dan Agata

Empat puluh tahun persahabatan Indonesia–Jepang bersama KAPPIJA-21 bukan sekadar angka. Itu adalah empat dekade penuh cerita, di mana hubungan antarbangsa tumbuh bukan hanya lewat diplomasi, melainkan juga lewat pertemuan sederhana antarwarga. Tahun ini, perayaan itu terasa hangat melalui program homestay—momen ketika pelajar Jepang tinggal bersama keluarga alumni, merasakan keseharian kita dari dekat.
Saya, Sonya, alumni KAPPIJA-21 angkatan 1996 bidang Ekonomi, mendapat kesempatan menyambut dua pelajar Jepang, Kariya Kento dan Endo Agata. Selama tiga hari dua malam, rumah kami dipenuhi cerita baru—dan sebuah buah tropis sederhana, sawo, menjadi tanda kenangan manis itu.
Senyum yang Mencairkan Jarak
Begitu melangkah ke rumah, Kento dan Agata disambut dengan tawa kecil dan rasa penasaran besar. Percakapan ringan tentang kebiasaan sehari-hari membuat suasana cepat akrab. Saya merasa, batas bahasa bukanlah masalah ketika hati sudah sama-sama terbuka.
“Kadang cukup senyum dan tawa kecil, suasana pun langsung cair.”
Sawo, Si Buah Favorit
Kami mengenalkan mereka pada buah-buahan lokal: salak, belimbing, markisa, hingga mangga. Namun justru sawo yang mencuri hati mereka. Ekspresi terkejut lalu berubah jadi senyum puas saat merasakan manisnya. Sejak itu, sawo jadi bahan candaan kecil di rumah—buah sederhana yang mendadak punya makna besar.
“Ternyata kenangan manis bisa datang dari sepotong buah sederhana.”
Riuh di Dapur
Suatu sore, mereka mengeluarkan bahan makanan khas Jepang untuk dimasak bersama. Dapur kami pun berubah menjadi panggung tawa. Ada tepung yang tercecer, ada adonan yang gagal, tapi justru di situlah hangatnya. Saat akhirnya hidangan tersaji, kami duduk bersama menikmati hasilnya.
“Resep boleh berbeda, tapi rasa kebersamaan selalu sama: hangat.”
Tiga Hari, Seumur Kenangan
Waktu berjalan cepat. Tiga hari dua malam berlalu, dan tibalah saat perpisahan. Ada senyum, ada rasa berat, tapi juga keyakinan bahwa ikatan ini tidak akan hilang.
Bagi saya, GET (Global Education Training) adalah bukti nyata bahwa persahabatan antarbangsa bisa tumbuh dari hal-hal sederhana: dari meja makan, dari tawa di dapur, bahkan dari gigitan pertama pada sebutir sawo.
“Waktu memang sebentar, tapi ceritanya bisa dikenang selamanya.”
Dan sejak hari itu, setiap kali saya melihat atau merasakan manisnya sawo, saya akan selalu teringat Kento, Agata, dan jejak kecil persahabatan yang mereka tinggalkan di rumah kami.