Belajar Peka, Belajar Tenang: Catatan Kecil Mendampingi Delegasi Jepang
Menjadi seorang Liaison Officer (LO) bukanlah hal baru bagi saya. Sebelumnya, saya pernah mendampingi delegasi dari Asia Tenggara; mengatur ritme kegiatan dan memastikan semua berjalan sesuai rencana adalah tugas yang biasa saya geluti. Jadi, ketika kembali dipercaya menjadi LO pada perhelatan RLF ke-29 KAPPIJA21, saya merasa cukup siap.

Namun, persiapan mental saya diuji saat mengetahui tantangan kali ini: mendampingi delegasi Jepang.
Perbedaannya bukan sekadar pada kendala bahasa atau kepadatan jadwal, melainkan pada “suasana”. Cara mereka berkomunikasi begitu tenang, cara bekerja sangat rapi, dan mereka sering kali menyampaikan harapan tanpa banyak kata. Ada ekspektasi yang tidak selalu terucap, namun sangat terasa kekuatannya.
Di titik itulah saya menyadari satu hal penting: Jika tidak bisa lebih cepat, saya harus lebih peka.
Seni dalam Mengamati
Hari-hari awal saya lalui dengan banyak mengamati. Saya memilih untuk mendengar lebih dulu dan tidak terburu-buru. Saya mencoba menyelaraskan ritme diri agar kehadiran saya tidak mengganggu, melainkan menjadi solusi yang hadir tepat waktu.
“Tantangan terbesarnya bukan soal bahasa, melainkan memahami budaya dan etos kerja yang begitu presisi.”
Perlahan, suasana mulai mencair. Para delegasi mulai merasa nyaman dan tidak sungkan untuk bertanya. Mereka mulai memercayakan hal-hal kecil kepada saya—mulai dari urusan teknis hingga kebutuhan personal yang membuat interaksi kami terasa lebih manusiawi. Di situlah kebahagiaan sederhana saya sebagai LO muncul: saat mereka merasa tenang, saya tahu tugas saya telah tertunaikan.
Kelelahan yang Terbayar oleh Ketulusan
Tentu saja, lelah adalah tamu yang tak terelakkan. Tugas saya ternyata melampaui batas delegasi Jepang.
Saya sempat membantu menengahi miskomunikasi antara delegasi Myanmar dan Thailand, hingga turun tangan membantu kebutuhan logistik delegasi Kamboja di lapangan. Ketika tugas terus meluas dan jadwal berubah drastis, fisik saya mulai mencapai batasnya. Ada momen singkat di mana saya bertanya pada diri sendiri: “Sanggupkah saya menyelesaikan ini?”

Sebuah kehormatan mendampingi Yoshimasa Sumiya, Makoto Sumiya, dan Michiko Nakayama dari Gunma Federation. Dari beliau-beliau, saya belajar tentang ketenangan dan kepekaan dalam bekerja. Ruang perjumpaan yang sungguh bermakna di RLF ke-29 KAPPIJA 21.
Jawaban itu ternyata tidak datang dari logika, melainkan dari senyum tulus dan ucapan terima kasih yang sederhana dari para delegasi. Saat masalah terselesaikan satu per satu, rasa lelah itu seketika berubah menjadi kepuasan yang sulit digambarkan dengan kata-kata.
Tumbuh dalam Senyap
Banyak hal yang tidak terekam dalam foto dokumentasi: waktu istirahat yang minim, hingga tuntutan untuk tetap berpikir jernih saat tubuh sudah meminta berhenti. Menjadi LO berarti harus selalu siap, bahkan ketika kita tidak sedang disorot.
Bagi saya, RLF ke-29 yang bertepatan dengan 40 tahun KAPPIJA 21 ini adalah proses pendewasaan. Ini adalah pelajaran tentang cara bertanggung jawab tanpa perlu banyak bicara, dan tentang cara tumbuh dalam senyap.

Saya sangat bersyukur atas bimbingan para senior, terutama Kak Ati Ganda, yang arahannya selalu tegas namun menenangkan. Kehadiran beliau membuat saya merasa tidak berjalan sendirian di tengah tanggung jawab yang besar ini.
Pelajaran Berharga
Saya pulang dari tugas ini tanpa cerita heroik yang besar. Namun, saya membawa sesuatu yang jauh lebih berharga: ketenangan dan kepercayaan diri.
Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa cara terbaik untuk bekerja bukanlah dengan banyak bicara, melainkan dengan hadir sepenuhnya—menjadi pribadi yang peka, tenang, dan tulus (Athallah, LO Jepang)